
Sumber foto by: https://id.pinterest.com/pin/514184482479608040/
Di Bali, umat Hindu merayakan berbagai acara dan upacara keagamaan yang sangat penting sebagai bagian dari kehidupan spiritual dan budaya mereka. Berikut adalah beberapa acara besar yang biasa dirayakan oleh umat Hindu di Bali:
1. Galungan

Sumber foto by: https://id.pinterest.com/pin/42432421484559843/
Galungan adalah salah satu perayaan terbesar dan paling penting bagi umat Hindu di Bali. Perayaan ini menandakan kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (kejahatan). Galungan dirayakan setiap 6 bulan sekali (berdasarkan kalender Bali) dan berlangsung selama 10 hari, dengan puncaknya adalah Kuningan. Festival ini merupakan waktu untuk bersyukur, berkumpul dengan keluarga, serta mempersembahkan doa dan sesaji kepada Tuhan dan leluhur.
Makna dan Filosofi Galungan
Galungan memiliki makna yang sangat dalam dalam ajaran Hindu di Bali, yang berkaitan dengan siklus kehidupan, penciptaan, dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan. Selama perayaan Galungan, umat Hindu Bali percaya bahwa roh-roh leluhur turun ke bumi untuk mengunjungi keluarga mereka, sehingga mereka mempersiapkan persembahan dan upacara untuk menghormati leluhur dan memohon restu untuk kesejahteraan.
Hari-Hari Penting dalam Galungan
- Hari Galungan
- Ini adalah hari pertama perayaan Galungan. Umat Hindu melakukan upacara besar di rumah dan di pura, dengan mempersembahkan sesaji seperti bunga, buah, nasi, dan makanan lainnya. Mereka juga menghias jalan-jalan dengan penjor, yaitu bambu yang dihias dengan daun-daun dan hasil bumi yang melambangkan rasa syukur dan penghormatan kepada Tuhan.
- Hari Kuningan
- Kuningan adalah hari terakhir dari perayaan Galungan, yang jatuh 10 hari setelah Galungan. Pada hari ini, umat Hindu Bali mengadakan upacara untuk menghormati roh-roh leluhur dan para dewa. Pada hari Kuningan, sesaji yang lebih besar dan lebih rumit sering disiapkan, dan umat Hindu Bali mengunjungi pura untuk berdoa serta melakukan persembahan.
Tradisi dan Ritual selama Galungan
- Pemasangan Penjor
- Penjor adalah salah satu simbol khas perayaan Galungan. Penjor berupa bambu yang dihias dengan daun-daun hijau, bunga, dan buah-buahan, yang dipasang di sepanjang jalan menuju pura dan rumah-rumah. Penjor melambangkan Gunung Agung di Bali yang dianggap sebagai pusat kehidupan dan kekuatan spiritual.
- Persembahan Sesaji
- Selama Galungan, umat Hindu Bali membuat berbagai sesaji sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan dan roh-roh leluhur. Sesaji ini biasanya berupa tumpeng, buah-buahan, nasi, bunga, dan dupa, yang diletakkan di atas pelinggih atau altar keluarga.
- Upacara di Pura
- Umat Hindu Bali akan melakukan upacara di pura untuk memohon berkat dan keselamatan. Mereka berdoa dan memberikan sesaji di pura keluarga maupun pura umum.
- Reuni Keluarga
- Galungan adalah waktu bagi keluarga untuk berkumpul bersama. Banyak orang yang pulang kampung untuk merayakan festival ini bersama keluarga besar, mengingat pentingnya hubungan dengan leluhur dan keluarga dalam ajaran Hindu Bali.
Keunikan Galungan di Bali
- Galungan di Bali tidak hanya dirayakan dengan upacara keagamaan di pura, tetapi juga merembet ke kehidupan sosial dan budaya masyarakat Bali. Sebagian besar rumah di Bali akan dihias dengan berbagai ornamen, terutama penjor, untuk menyambut hari besar ini.
- Pada saat Galungan, orang-orang saling berkunjung antar keluarga dan tetangga, serta memberikan hadiah sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan.
Simbolisme dalam Galungan
- Penjor melambangkan keharmonisan dan keseimbangan antara dunia manusia dan dunia spiritual.
- Sesaji merupakan simbol rasa syukur dan permohonan berkat dari Tuhan dan leluhur.
- Hari Kuningan adalah simbol pembersihan spiritual dan kedamaian setelah periode refleksi pada Hari Galungan.
2. Kuningan

Sumber foto by: http://id.pinterest.com/pin/47498971063891001/
Kuningan adalah hari terakhir dari perayaan Galungan dalam kalender Hindu Bali. Ini adalah waktu untuk menghormati roh-roh leluhur dan para dewa, serta sebagai momen untuk memohon berkah dan keselamatan bagi kehidupan umat Hindu di Bali. Hari Kuningan berlangsung 10 hari setelah Galungan dan memiliki makna yang sangat penting dalam ajaran Hindu di Bali.
Makna dan Filosofi Kuningan
Kuningan memiliki makna yang dalam terkait dengan penyucian diri dan pemurnian spiritual. Pada hari ini, umat Hindu Bali mempersembahkan doa, sesaji, dan persembahan kepada Tuhan, roh leluhur, dan para dewa. Kuningan melambangkan hari kemenangan kebaikan (dharma) atas kejahatan (adharma), yang mana para dewa dan leluhur diharapkan memberikan restu untuk kehidupan yang penuh kedamaian, keberkahan, dan kebahagiaan.
Tradisi dan Ritual pada Hari Kuningan
- Upacara di Pura
- Pada Hari Kuningan, umat Hindu Bali akan mengadakan upacara keagamaan di pura, baik itu pura keluarga maupun pura umum. Mereka berdoa untuk memohon keselamatan dan keberkahan dari Tuhan serta para leluhur. Dalam upacara ini, mereka juga membawa sesaji (persembahan) berupa bunga, buah, nasi, dan makanan khas lainnya.
- Persembahan Sesaji
- Sesaji yang dipersembahkan pada Hari Kuningan lebih besar dan lebih rumit dibandingkan dengan saat perayaan Galungan. Sesaji ini disusun dengan penuh ketelitian dan melambangkan rasa syukur serta permohonan agar kehidupan umat manusia tetap diberkahi.
- Kunjungan ke Pura
- Pada Hari Kuningan, umat Hindu Bali mengunjungi pura untuk melaksanakan sembahyang dan berdoa. Kunjungan ini bertujuan untuk memperbaharui hubungan spiritual dengan Tuhan dan dewa-dewa, serta untuk mendapatkan restu mereka.
- Berbagi dengan Sesama
- Sama seperti Galungan, Hari Kuningan juga diwarnai dengan kegiatan sosial. Masyarakat Bali sering kali saling berkunjung antar keluarga dan tetangga untuk mempererat tali persaudaraan. Mereka juga dapat memberikan hadiah berupa makanan dan sesaji sebagai bentuk rasa syukur dan kebersamaan.
Keunikan Kuningan di Bali
- Puncak dari Galungan: Kuningan adalah penutupan dari rangkaian perayaan Galungan yang penuh warna dan suka cita. Setelah 10 hari perayaan, Kuningan menjadi waktu yang lebih khusyuk untuk refleksi dan penghormatan kepada roh leluhur.
- Dekorasi dan Hiasan: Selama Kuningan, rumah-rumah di Bali sering dihiasi dengan penjor dan berbagai macam hiasan lainnya sebagai simbol rasa syukur dan penghormatan kepada para dewa dan leluhur.
- Ritual Khusus: Beberapa pura di Bali juga mengadakan ritual khusus pada Hari Kuningan, seperti ngaben (upacara pembakaran mayat) atau melukat (pembersihan diri) yang disesuaikan dengan kebutuhan spiritual setiap keluarga.
Simbolisme Hari Kuningan
- Sesaji yang dipersembahkan melambangkan berkat dan rasa syukur atas kehidupan yang diberikan oleh Tuhan, serta sebagai bentuk penghormatan kepada roh-roh leluhur.
- Penjor yang sering dipasang di jalan-jalan juga menjadi simbol dari penghormatan terhadap para dewa, yang melambangkan hubungan yang harmonis antara manusia dan alam.
- Kuningan mengingatkan umat Hindu Bali akan pentingnya keseimbangan dan kedamaian dalam kehidupan, serta pentingnya menjaga hubungan spiritual dengan Tuhan dan leluhur.
3. Nyepi (Hari Raya Tahun Baru Saka)

Sumber foto by: https://id.pinterest.com/pin/282741682849698640/
Nyepi adalah salah satu hari raya terbesar dan paling unik dalam tradisi Hindu Bali. Nyepi dikenal sebagai Hari Raya Tahun Baru Saka, yang berdasarkan pada kalender Saka Hindu. Hari ini tidak hanya menandai pergantian tahun, tetapi juga merupakan waktu untuk kontemplasi spiritual dan refleksi diri. Selama Nyepi, Bali mengalami suasana yang sangat tenang dan sunyi, yang berbeda dari perayaan tahun baru lainnya di dunia.
Makna dan Filosofi Nyepi
Nyepi memiliki makna yang mendalam dalam ajaran Hindu Bali. Hari ini dianggap sebagai waktu untuk membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan, serta untuk mencari kedamaian batin. Nyepi adalah waktu yang tepat untuk mengingatkan umat Hindu akan hubungan mereka dengan Tuhan, alam, dan sesama, serta untuk melakukan introspeksi diri.
Pada Nyepi, umat Hindu Bali percaya bahwa semesta harus berada dalam keadaan tenang, tanpa gangguan atau aktivitas, agar alam bisa meresapi energi spiritual yang murni. Nyepi juga merupakan waktu untuk menyelaraskan pikiran, perasaan, dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Tradisi dan Ritual pada Nyepi
1. Ogoh-Ogoh (Perayaan Sebelum Nyepi)
- Sebelum Nyepi dimulai, umat Hindu Bali merayakan Ogoh-Ogoh, yaitu pembuatan patung-patung besar yang terbuat dari bambu, kertas, dan bahan lainnya. Ogoh-Ogoh menggambarkan roh jahat atau kejahatan, yang nantinya akan dibakar sebagai simbol pembersihan dan penyingkiran energi negatif.
- Patung-patung ini biasanya dibawa dalam pawai keliling desa pada malam sebelum Nyepi, yang diikuti dengan pembakaran Ogoh-Ogoh sebagai simbol penghancuran kekuatan jahat.
2. Hari Nyepi (Hari Keheningan)
- Pada hari Nyepi itu sendiri, seluruh aktivitas di Bali dihentikan, dan pulau ini menjadi sangat tenang. Tidak ada kendaraan, tidak ada suara, bahkan bandara ditutup, dan aktivitas lainnya seperti hiburan atau perjalanan juga dihentikan. Tidak ada yang diperbolehkan keluar rumah kecuali untuk urusan yang sangat mendesak.
- Nyepi berlangsung selama 24 jam, dan umat Hindu Bali menghabiskan waktu untuk meditasi, berdoa, dan berkontemplasi di rumah. Hari Nyepi dimulai dengan upacara penyucian diri, dan selama hari tersebut, umat Hindu melakukan kegiatan seperti berpuasa, merenung, dan berdoa agar bisa mendapatkan kedamaian batin dan keberkahan.
3. Catur Brata Penyepian (Empat Pantangan Nyepi)
- Selama Nyepi, umat Hindu Bali mengikuti empat pantangan utama yang dikenal dengan Catur Brata Penyepian. Empat pantangan ini meliputi:
- Amati Geni: Tidak menyalakan api atau lampu, yang berarti tidak ada aktivitas masak, menyalakan api, atau listrik yang berlebihan.
- Amati Karya: Tidak bekerja atau melakukan aktivitas fisik, yang mengarah pada istirahat total.
- Amati Lelungan: Tidak bepergian atau berjalan ke luar rumah. Semua orang diminta untuk tetap di rumah sepanjang hari.
- Amati Lelangunan: Tidak melakukan hiburan atau kesenangan yang bersifat duniawi, seperti menonton televisi atau bermain musik.
Keunikan Nyepi di Bali
- Keheningan yang Total: Salah satu hal yang paling unik dari Nyepi adalah keheningan total di seluruh pulau Bali. Tidak ada kendaraan, tidak ada suara dari hiburan, dan bahkan pantai-pantai yang biasanya ramai pengunjung menjadi sepi. Hal ini memberikan kesempatan bagi umat Hindu Bali untuk benar-benar menenangkan pikiran dan berfokus pada kehidupan spiritual mereka.
- Pembakaran Ogoh-Ogoh: Sebelum Nyepi dimulai, masyarakat Bali membuat Ogoh-Ogoh, patung besar yang menggambarkan roh jahat, yang nantinya akan dibakar pada malam hari. Tradisi ini dianggap sebagai cara untuk mengusir energi negatif dan membawa pembaruan.
- Perubahan Kehidupan Sehari-hari: Pada Hari Nyepi, aktivitas sehari-hari berubah drastis. Tidak ada transportasi umum atau penerbangan, semua toko dan restoran tutup, dan aktivitas bisnis dihentikan sementara. Kehidupan sehari-hari Bali menjadi sangat tenang, memberikan kesempatan untuk refleksi pribadi.
Simbolisme dan Makna Nyepi
- Ogoh-Ogoh melambangkan kejahatan atau energi negatif yang harus dibersihkan. Pembakarannya adalah simbol dari pembersihan spiritual dan penyingkiran segala hal yang buruk.
- Keheningan pada Hari Nyepi adalah cara untuk menciptakan harmoni dan keseimbangan antara manusia dan alam semesta, memberikan kesempatan bagi umat untuk meresapi kedamaian dan menjernihkan pikiran.
- Catur Brata Penyepian mengajarkan umat Hindu untuk mengendalikan diri dari godaan duniawi, seperti hiburan, pekerjaan, dan bahkan perjalanan, untuk fokus pada kehidupan spiritual mereka.
4. Tumpek (Tumpek Uduh, Tumpek Landep, Tumpek Wayang, dll.)

Sumber foto by: https://images.app.goo.gl/p8KTw62AjgZVJ67JA
Tumpek adalah serangkaian upacara keagamaan yang dirayakan umat Hindu di Bali setiap 6 bulan sekali (210 hari menurut kalender Bali). Tumpek merupakan bagian penting dari kalender ritual Hindu Bali, yang melibatkan pemujaan terhadap berbagai aspek alam dan kehidupan. Setiap jenis Tumpek memiliki fokus dan tujuan yang berbeda, yang berhubungan dengan alam, benda-benda tertentu, dan makhluk hidup. Berikut adalah beberapa jenis Tumpek yang sering dirayakan di Bali:
1. Tumpek Uduh
- Deskripsi: Tumpek Uduh adalah upacara yang dilakukan untuk menghormati tanaman dan tumbuhan. Pada hari ini, umat Hindu Bali mempersembahkan doa dan sesaji untuk memohon agar tanaman yang mereka tanam dapat tumbuh subur dan memberikan hasil yang melimpah.
- Filosofi: Tumpek Uduh memiliki filosofi bahwa tanaman, seperti padi, buah, sayuran, dan pohon, adalah bagian dari alam yang harus dihormati karena memberikan kehidupan bagi umat manusia. Selain itu, upacara ini juga melambangkan hubungan manusia dengan alam yang harmonis.
- Tradisi: Umat Hindu Bali akan membuat persembahan berupa bunga, buah, dan daun yang diletakkan di sekitar tanaman atau pohon. Ini juga merupakan waktu untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutan alam.
2. Tumpek Landep
- Deskripsi: Tumpek Landep adalah upacara yang difokuskan pada alat-alat tajam dan perlengkapan seperti pisau, golok, dan senjata tradisional. Pada hari ini, umat Hindu Bali memohon keselamatan dan berkah melalui alat-alat tajam yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
- Filosofi: Tumpek Landep melambangkan penghormatan terhadap benda tajam yang memiliki kekuatan tertentu dalam kehidupan manusia, baik dalam hal pertanian, pertahanan diri, maupun dalam kegiatan sehari-hari. Benda tajam dianggap memiliki energi dan memerlukan pemeliharaan serta penyucian agar memberikan manfaat dengan baik.
- Tradisi: Pada hari Tumpek Landep, umat Hindu Bali akan membersihkan dan mempersembahkan sesaji di dekat alat-alat tajam yang mereka gunakan. Ini juga merupakan waktu untuk memohon perlindungan dan kekuatan dalam menghadapi tantangan hidup.
3. Tumpek Wayang
- Deskripsi: Tumpek Wayang adalah upacara yang dilakukan untuk menghormati wayang (boneka tradisional) dan seni pertunjukan wayang kulit di Bali. Wayang kulit adalah bagian penting dari kebudayaan Bali, yang digunakan untuk menyampaikan cerita-cerita epik dan ajaran moral melalui pertunjukan teater bayangan.
- Filosofi: Tumpek Wayang melambangkan penghormatan terhadap seni dan budaya yang berfungsi sebagai sarana untuk mendidik dan menyampaikan nilai-nilai kehidupan. Wayang tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media untuk mendidik dan memberikan nasihat dalam kehidupan sehari-hari.
- Tradisi: Pada Tumpek Wayang, umat Hindu Bali akan melakukan upacara untuk membersihkan dan menghormati wayang-wayang yang digunakan dalam pertunjukan. Mereka juga akan mempersembahkan doa dan sesaji kepada Dewa Siwa sebagai pelindung seni dan kebudayaan.
4. Tumpek Krulut
- Deskripsi: Tumpek Krulut adalah upacara yang dilakukan untuk menghormati alat musik tradisional Bali seperti gamelan, yang sering digunakan dalam upacara keagamaan dan pertunjukan seni.
- Filosofi: Tumpek Krulut memiliki makna bahwa musik dan alat musik juga merupakan bagian dari energi spiritual yang penting dalam kehidupan sosial dan keagamaan umat Hindu di Bali. Alat musik seperti gamelan dianggap sebagai media untuk memanggil dan menghormati dewa-dewa serta menciptakan suasana yang sakral dalam upacara.
- Tradisi: Umat Hindu Bali akan membersihkan dan mempersembahkan sesaji kepada alat-alat musik yang mereka miliki, dan mengadakan upacara di pura atau tempat pertunjukan seni.
5. Tumpek Pengatag (Tumpek Padu)
- Deskripsi: Tumpek Pengatag, atau Tumpek Padu, adalah upacara yang berfokus pada peralatan pertanian yang digunakan dalam kegiatan pertanian, terutama yang berkaitan dengan pengolahan tanah dan tanaman.
- Filosofi: Tumpek Pengatag memiliki filosofi untuk menghormati alat pertanian yang sangat penting dalam kehidupan umat Hindu Bali, yang sebagian besar bergantung pada pertanian sebagai mata pencaharian utama. Upacara ini bertujuan untuk memohon keselamatan dan keberkahan agar hasil pertanian melimpah dan usaha pertanian berjalan dengan lancar.
- Tradisi: Selama Tumpek Pengatag, umat Hindu Bali akan membersihkan dan mempersembahkan sesaji kepada alat-alat pertanian mereka, seperti cangkul, sabit, dan alat lainnya, serta berdoa untuk kelancaran dan keberhasilan hasil bumi.
5. Pagerwesi

Sumber foto by: http://id.pinterest.com/pin/1130333206469710573/
Pagerwesi adalah salah satu hari raya penting dalam tradisi Hindu Bali yang dirayakan setiap 6 bulan sekali, atau sekitar 210 hari setelah Hari Raya Galungan. Pagerwesi memiliki makna yang sangat mendalam, yakni sebagai hari untuk memperkuat pertahanan spiritual dan penguatan ajaran dharma dalam kehidupan umat Hindu Bali.
Makna dan Filosofi Pagerwesi
Pagerwesi berasal dari kata “Pager” yang berarti pagar atau tembok, dan “Wesi” yang berarti besi. Secara harfiah, Pagerwesi bisa diartikan sebagai pagar besi, yang melambangkan kekuatan dan perlindungan. Dalam konteks spiritual, Pagerwesi diartikan sebagai upaya untuk memperkuat pertahanan batin atau perlindungan spiritual dari segala hal yang bersifat negatif dan merusak.
Pada hari Pagerwesi, umat Hindu Bali memohon agar diri mereka dilindungi dari segala godaan dan pengaruh buruk serta agar mereka diberikan kekuatan dalam mempertahankan ajaran dharma dan menjalani hidup dengan kebaikan dan kebijaksanaan.
Tradisi dan Ritual Pagerwesi
- Upacara di Pura
- Pada hari Pagerwesi, umat Hindu Bali akan melaksanakan upacara di pura untuk memohon perlindungan dari Tuhan dan kekuatan untuk menghadapi segala cobaan hidup. Mereka berdoa dan mempersembahkan sesaji untuk memperkuat pertahanan spiritual mereka.
- Persembahan Sesaji
- Persembahan yang diberikan pada Pagerwesi biasanya berupa bunga, buah, nasi, dan berbagai makanan lainnya. Sesaji ini merupakan simbol penghormatan kepada Tuhan dan permohonan agar diberi kekuatan untuk menjalani kehidupan dengan penuh kedamaian dan keseimbangan.
- Penguatan Diri dan Dharma
- Pagerwesi juga berfungsi sebagai momen untuk memperkuat komitmen spiritual dalam menjalankan ajaran dharma (kebaikan) dalam kehidupan sehari-hari. Umat Hindu Bali akan merenungkan dan memperbaharui tekad mereka untuk terus berjalan di jalan yang benar, menjaga hati dan pikiran agar tetap bersih, serta berusaha menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan, alam, dan sesama.
- Hari untuk Menghormati Dewa Siwa
- Dalam beberapa ajaran Hindu Bali, Pagerwesi dianggap sebagai hari untuk menghormati Dewa Siwa, yang dikenal sebagai Dewa Pemusnah. Dewa Siwa melambangkan kekuatan untuk menghancurkan segala keburukan, dan Pagerwesi adalah hari untuk memohon agar segala hal yang buruk atau negatif dalam diri dan kehidupan kita dapat dihancurkan, digantikan dengan kebaikan dan keberkahan.
Pentingnya Pagerwesi dalam Kehidupan Umat Hindu Bali
- Pertahanan Spiritual: Pagerwesi mengajarkan umat Hindu Bali untuk menjaga kekuatan spiritual mereka, menghindari godaan dan pengaruh buruk yang bisa mengganggu keseimbangan hidup mereka.
- Refleksi Diri: Ini adalah waktu untuk merenung dan memperbaharui tekad dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran dharma, menjaga hubungan dengan Tuhan, dan menjadi pribadi yang lebih baik.
- Simbol Perlindungan: Seperti halnya pagar yang melindungi rumah, Pagerwesi adalah simbol perlindungan dari segala hal negatif yang bisa mempengaruhi kehidupan umat Hindu.
6. Hari Saraswati

Sumber foto by: https://id.pinterest.com/pin/731835008197692806/
Hari Saraswati adalah salah satu hari raya penting dalam tradisi Hindu Bali yang dirayakan untuk menghormati Dewi Saraswati, dewi ilmu pengetahuan, seni, dan kebijaksanaan. Hari Saraswati biasanya jatuh pada hari ke-210 setelah Galungan, yaitu setiap enam bulan sekali, dan diperingati dengan penuh rasa syukur dan penghormatan terhadap Dewi Saraswati.
Makna dan Filosofi Hari Saraswati
Dewi Saraswati merupakan dewi yang melambangkan pengetahuan, kebijaksanaan, seni, dan budaya. Dalam ajaran Hindu Bali, Hari Saraswati dipandang sebagai waktu yang tepat untuk menghormati dan mensyukuri pengetahuan serta berbagai bentuk seni dan budaya yang telah diberikan oleh Tuhan. Hari ini juga menjadi momen untuk memohon agar kita diberikan kemudahan dalam menuntut ilmu, kemampuan dalam berkarya, dan kebijaksanaan dalam bertindak.
Hari Saraswati memiliki makna spiritual yang dalam, karena dalam ajaran Hindu Bali, pengetahuan dan kebijaksanaan adalah kekuatan yang sangat penting dalam menjalani hidup yang baik. Hari ini diharapkan bisa menjadi pengingat agar umat Hindu selalu menjaga hati dan pikiran mereka agar tetap terbuka dan menerima pengetahuan serta kebijaksanaan dari Tuhan dan alam semesta.
Ritual dan Tradisi Hari Saraswati
- Puja dan Upacara di Pura
- Pada Hari Saraswati, umat Hindu Bali akan mengadakan puja (doa) di pura untuk memohon berkah dan perlindungan dari Dewi Saraswati. Mereka berdoa agar diberi kelancaran dalam menuntut ilmu, serta diberikan kemampuan dalam berkarya, berkreasi, dan berinovasi.
- Persembahan Sesaji
- Persembahan untuk Dewi Saraswati biasanya berupa bunga, buah, dan makanan manis, yang disusun dengan rapi dan dihias cantik. Persembahan ini sebagai simbol rasa syukur dan penghormatan terhadap Dewi Saraswati yang memberikan pengetahuan dan kebijaksanaan kepada umat manusia.
- Sembahyang dan Pembacaan Kitab Suci
- Sebagai bagian dari ritual, banyak umat Hindu Bali yang melakukan sembahyang di rumah atau di pura untuk menghormati Dewi Saraswati. Mereka juga dapat membaca kitab suci atau merenung, baik itu tentang ilmu pengetahuan maupun seni dan budaya.
- Upacara pada Alat Pengetahuan dan Seni
- Salah satu tradisi yang khas pada Hari Saraswati adalah menyucikan alat-alat pengetahuan dan seni. Buku, alat tulis, dan perangkat seni (seperti gamelan, alat musik, atau alat lukis) diletakkan di tempat yang dihormati dan diberi persembahan. Hal ini dilakukan untuk memohon agar pengetahuan yang diperoleh dapat memberi manfaat yang baik, serta agar seni dan budaya yang diciptakan selalu membawa kebaikan.
- Makanan Manis
- Pada Hari Saraswati, umat Hindu Bali juga mengonsumsi makanan manis sebagai simbol dari rasa manisnya ilmu dan kebijaksanaan. Ini juga sebagai simbol bahwa ilmu yang bermanfaat haruslah dipelajari dengan rasa suka cita dan bukan beban.
Pentingnya Hari Saraswati dalam Kehidupan Umat Hindu Bali
- Menghormati Pengetahuan: Hari Saraswati mengajarkan umat Hindu untuk selalu menghormati dan menghargai pengetahuan serta ilmu yang diperoleh, baik dalam bidang akademik, seni, maupun kehidupan sehari-hari.
- Menjaga Seni dan Budaya: Selain pengetahuan, Hari Saraswati juga menghormati seni dan budaya sebagai bentuk ekspresi dari kebijaksanaan dan kreatifitas manusia. Dengan merayakan Hari Saraswati, umat Hindu Bali juga berkomitmen untuk menjaga dan melestarikan seni serta budaya Bali.
- Menghubungkan dengan Dewi Saraswati: Hari ini merupakan waktu yang baik untuk berdoa dan mendekatkan diri kepada Dewi Saraswati, memohon agar diberikan kecerdasan, kebijaksanaan, dan kemampuan untuk mengatasi masalah dengan pikiran yang jernih.
7. Hari Siwa Ratri

Sumber foto by: https://images.app.goo.gl/YjTBrMsn4ZBWCURh7
Hari Siwa Ratri (atau Shiva Ratri) adalah salah satu hari raya terbesar dalam tradisi Hindu Bali yang dipersembahkan untuk menghormati Dewa Siwa, yang dikenal sebagai Dewa Pemusnah dalam Trimurti Hindu, bersama dengan Brahma dan Vishnu. Siwa Ratri jatuh pada malam ke-14 bulan gelap dalam kalender Bali, yang biasanya bertepatan dengan Hari Raya Maha Siwa Ratri. Pada hari ini, umat Hindu Bali melaksanakan berbagai upacara dan ritual untuk memohon keselamatan, pencerahan, dan pengampunan dosa.
Makna dan Filosofi Hari Siwa Ratri
Siwa Ratri secara harfiah berarti Malam Dewa Siwa, yang dalam tradisi Hindu Bali dipandang sebagai malam yang sangat sakral dan penuh dengan energi spiritual. Hari ini dipandang sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Dewa Siwa dan memperoleh berkah serta pembersihan spiritual.
Dewa Siwa dalam ajaran Hindu adalah dewa penghancur atau pemusnah dari segala hal yang tidak diperlukan dalam kehidupan duniawi dan spiritual. Dia juga melambangkan transformasi, yaitu kematian dari hal-hal buruk agar dapat terjadi kelahiran kembali dalam bentuk yang lebih baik. Oleh karena itu, Siwa Ratri adalah waktu untuk melakukan pembersihan diri dari segala bentuk dosa dan mendapatkan pencerahan batin melalui meditasi, puja, dan penyucian spiritual.
Ritual dan Tradisi Siwa Ratri
- Puja (Doa) dan Meditasi
- Puja Siwa Ratri adalah inti dari perayaan ini. Pada malam Siwa Ratri, umat Hindu Bali akan mengadakan upacara pemujaan di pura atau di rumah masing-masing, dengan melaksanakan doa dan persembahan untuk Dewa Siwa. Puja ini bertujuan untuk memohon berkah dari Dewa Siwa agar diberikan perlindungan, pencerahan, dan keselamatan dalam hidup.
- Selama puja, umat Hindu Bali juga melakukan meditasi dan renungan untuk membersihkan pikiran dan hati dari segala hal yang buruk, serta untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
- Tata Cara Penyucian
- Selama Siwa Ratri, umat Hindu Bali akan berpuasa dan berdoa sepanjang malam. Ada tradisi yang mengharuskan umat untuk tidak tidur pada malam Siwa Ratri, karena tidur dianggap sebagai bentuk penundaan spiritual. Waktu ini dimanfaatkan untuk merenung, melakukan puja, serta berfokus pada pencapaian kedamaian batin.
- Beberapa umat juga melakukan pembersihan diri dengan mandi air suci untuk menyucikan badan dan jiwa mereka.
- Penyembahan Lingga dan Yoni
- Pada Siwa Ratri, banyak umat Hindu Bali yang memuja Lingga dan Yoni, simbol sakral dari Dewa Siwa. Lingga melambangkan energi pria, sedangkan Yoni melambangkan energi wanita. Perpaduan kedua simbol ini menggambarkan keseimbangan alam dan hubungan antara spiritualitas dan kehidupan duniawi.
- Lingga dan Yoni ini sering diletakkan di tempat yang dihormati, dan diberikan sesaji sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Siwa.
- Persembahan dan Sesaji
- Sesaji yang dipersembahkan pada Siwa Ratri biasanya berupa bunga, buah, nasi, dan bahan-bahan lainnya yang memiliki makna simbolis. Persembahan ini sebagai tanda syukur dan penghormatan kepada Dewa Siwa serta permohonan untuk diberi berkah dan penyucian dosa.
- Umat Hindu juga akan menyediakan air suci dan tirta untuk digunakan dalam upacara pemujaan dan penyucian diri.
- Puasa dan Tidak Tidur
- Salah satu aspek yang khas dari Hari Siwa Ratri adalah puasa dan tidak tidur sepanjang malam. Puasa bukan hanya untuk membersihkan tubuh, tetapi juga untuk menenangkan pikiran dan meningkatkan spiritualitas. Umat Hindu yang menjalankan puasa ini percaya bahwa dengan menjalani malam tanpa tidur, mereka dapat menghormati dan berkomunikasi dengan Dewa Siwa secara lebih intens.
Pentingnya Siwa Ratri dalam Kehidupan Umat Hindu Bali
- Pembersihan Spiritual: Siwa Ratri adalah kesempatan untuk mendapatkan pembersihan spiritual dari segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukan. Umat Hindu Bali percaya bahwa dengan mengikuti ritual dan upacara ini, mereka dapat memperbaharui tekad mereka untuk hidup lebih baik, lebih suci, dan lebih dekat dengan Tuhan.
- Pencapaian Pencerahan: Melalui meditasi, doa, dan kontemplasi, umat Hindu Bali berharap dapat mencapai pencerahan batin dan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan, diri mereka sendiri, dan hubungan mereka dengan Tuhan.
- Transformasi dan Pembaharuan: Dewa Siwa sebagai simbol transformasi memberi umat kesempatan untuk mengalami perubahan spiritual yang mendalam. Siwa Ratri menjadi momen untuk mengakhiri kebiasaan buruk dan membuka diri terhadap perubahan positif dalam kehidupan spiritual dan pribadi.
- Keharmonisan Alam dan Manusia: Seperti halnya Dewa Siwa yang mengatur harmoni dalam alam semesta dengan menghancurkan hal-hal negatif, Siwa Ratri juga menjadi ajang untuk memperbaiki hubungan umat dengan alam semesta, manusia, dan Tuhan.
8. Buda Kliwon (Upacara Rutin Setiap Pekan)

Sumber foto by: https://images.app.goo.gl/v3R3HAtJfWHn1Uy76
Buda Kliwon adalah salah satu upacara rutin yang dilaksanakan setiap pekan oleh umat Hindu di Bali. Upacara ini dilakukan pada hari Buda (Rabu), yang jatuh pada hari Kliwon dalam penanggalan Pasek Bali. Buda Kliwon merupakan sebuah bentuk penghormatan dan pemujaan kepada Tuhan dan roh-roh leluhur yang dilakukan sebagai bagian dari rutinitas spiritual dalam kehidupan umat Hindu Bali.
Makna dan Filosofi Buda Kliwon
Buda Kliwon memiliki makna spiritual yang mendalam, yakni sebagai waktu untuk mengingatkan umat Hindu agar selalu menjaga keseimbangan dalam kehidupan mereka melalui hubungan dengan Tuhan, alam, dan manusia. Buda dalam kalender Bali adalah hari untuk menghormati Dewa Siwa, sementara Kliwon menandakan hari khusus yang memiliki kekuatan atau energi lebih kuat dibandingkan hari-hari lainnya dalam pekan. Oleh karena itu, Buda Kliwon dianggap sebagai waktu yang tepat untuk melakukan upacara atau persembahan guna memperoleh berkah, perlindungan, dan keselamatan.
Upacara ini juga menjadi kesempatan bagi umat Hindu untuk membersihkan diri, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual, serta untuk memohon petunjuk dan kesejahteraan dalam kehidupan mereka.
Ritual dan Tradisi Buda Kliwon
Upacara Buda Kliwon umumnya dilakukan di pura atau di rumah-rumah umat Hindu Bali dengan mengikuti beberapa langkah ritual yang khas. Berikut adalah beberapa ritual dan tradisi yang biasanya dilakukan:
- Puja (Doa)
- Umat Hindu Bali akan melaksanakan puja (doa) untuk memohon berkah dan keselamatan dari Tuhan, serta untuk menghormati leluhur dan roh-roh suci. Puja ini bisa dilaksanakan di pura keluarga atau tempat-tempat suci lainnya.
- Persembahan dan Sesaji
- Dalam upacara ini, umat Hindu mempersembahkan berbagai macam sesaji yang terdiri dari bunga, buah, nasi, dan berbagai makanan lainnya. Sesaji ini disusun dengan rapi dan disajikan sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan akan perlindungan dan berkah.
- Sesaji tersebut diletakkan di tempat-tempat yang dianggap sakral, seperti altar rumah atau pura, untuk dihaturkan kepada Tuhan dan roh-roh leluhur.
- Tirta (Air Suci)
- Tirta, atau air suci, sering digunakan dalam upacara ini untuk penyucian diri. Umat Hindu Bali akan menyiramkan air suci pada tubuh mereka atau pada benda-benda yang dianggap penting untuk membersihkan energi negatif dan memohon kedamaian.
- Bersih Diri dan Alam
- Salah satu bagian dari ritual Buda Kliwon adalah pembersihan diri dan lingkungan. Umat Hindu Bali percaya bahwa pembersihan fisik, seperti mandi dengan air suci atau membersihkan rumah, dapat membantu melepaskan energi negatif dan menarik keberkahan dari Tuhan.
- Meditasi dan Renungan
- Beberapa umat Hindu juga melakukan meditasi atau renungan untuk memperdalam koneksi spiritual mereka dengan Tuhan. Ini adalah waktu yang baik untuk berfokus pada pembersihan pikiran dan hati agar dapat hidup lebih harmonis.
- Mempersembahkan Doa untuk Leluhur
- Buda Kliwon juga adalah waktu untuk mengingat dan menghormati leluhur. Umat Hindu Bali melakukan doa khusus untuk memohon restu dari roh-roh leluhur agar keluarga dan keturunannya selalu dalam keadaan aman, sejahtera, dan diberkahi.
Pentingnya Buda Kliwon dalam Kehidupan Umat Hindu Bali
- Meningkatkan Koneksi Spiritual
- Buda Kliwon menjadi momen bagi umat Hindu Bali untuk mempererat hubungan dengan Tuhan dan spiritualitas. Ini adalah waktu untuk merefleksikan hidup dan merenung tentang tujuan hidup, serta menjalani kehidupan yang lebih baik secara spiritual.
- Menjaga Keharmonisan Alam dan Manusia
- Upacara ini juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan. Dengan melakukan puja dan sesaji, umat Hindu Bali berharap dapat memperoleh perlindungan dan keselamatan dari kekuatan-kekuatan spiritual.
- Pembersihan Diri
- Melalui ritual pembersihan diri dan penyucian, umat Hindu Bali dapat melepaskan energi negatif yang dapat mengganggu ketenangan batin mereka. Buda Kliwon menjadi kesempatan untuk membersihkan diri dari kesalahan atau dosa yang telah diperbuat.
- Menghormati Leluhur dan Tradisi
- Buda Kliwon juga menjadi kesempatan untuk menghormati leluhur dan mengingat tradisi serta nilai-nilai yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Upacara ini menjaga kelestarian budaya dan spiritualitas Hindu Bali.
9. Upacara Melasti

Sumber foto by: https://id.pinterest.com/pin/324611085659201049/
Upacara Melasti adalah salah satu upacara penting dalam tradisi Hindu Bali yang dilakukan untuk menyucikan diri dan alam sebelum perayaan hari besar agama Hindu, khususnya Hari Raya Nyepi (Tahun Baru Saka). Melasti adalah ritual yang bertujuan untuk membersihkan dan memurnikan diri umat Hindu, serta memohon kedamaian dan kesejahteraan untuk tahun yang baru. Upacara ini memiliki makna yang sangat dalam dalam kehidupan spiritual umat Hindu Bali, mengingatkan mereka untuk selalu menjaga kesucian diri dan hubungan dengan Tuhan.
Makna dan Filosofi Upacara Melasti
Melasti berasal dari kata “Melas” yang berarti pembersihan atau penyucian. Upacara Melasti ini dilaksanakan untuk mensucikan diri, sesaji, dan benda-benda sakral yang digunakan dalam upacara agama. Melasti memiliki makna penting untuk membersihkan segala kotoran atau dosa yang menempel dalam kehidupan umat manusia, baik secara fisik maupun spiritual.
Secara simbolis, Melasti bertujuan untuk membersihkan dan memurnikan alam semesta dan diri umat Hindu dari segala bentuk energi negatif atau kotoran batin, sehingga mereka bisa memulai tahun baru (setelah Nyepi) dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih.
Ritual dan Tradisi Upacara Melasti
Upacara Melasti biasanya dilakukan pada hari ketiga menjelang Hari Raya Nyepi, di pantai atau sumber air suci lainnya. Berikut adalah beberapa ritual dan tradisi yang biasanya dilakukan dalam Upacara Melasti:
- Perarakan Pura dan Sesaji
- Sebelum menuju tempat pembersihan, umat Hindu Bali akan melakukan perarakan membawa benda-benda suci dari pura atau rumah ibadah menuju pantai atau danau. Benda-benda tersebut meliputi lingga yoni, pralingga, tirta (air suci), dan sesaji yang akan digunakan dalam upacara.
- Persembahan yang dibawa biasanya terdiri dari berbagai macam makanan, bunga, buah, dan bahan lainnya yang disusun dengan rapi sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan dan roh leluhur.
- Pembersihan dengan Air
- Setelah perarakan selesai, umat Hindu Bali akan melaksanakan pembersihan dengan air suci (tirta) yang diambil dari laut, sungai, atau danau. Mereka percaya bahwa air ini memiliki kekuatan untuk menyucikan dan membersihkan segala dosa serta energi negatif.
- Proses penyucian ini tidak hanya dilakukan pada diri umat, tetapi juga pada benda-benda sakral yang digunakan dalam upacara keagamaan. Air suci yang digunakan ini dipercaya akan membersihkan segala hal yang menghalangi kedamaian dan kesucian.
- Upacara Doa (Puja)
- Setelah penyucian, umat Hindu Bali akan mengadakan puja (doa) untuk memohon kepada Tuhan agar diberi berkah, keselamatan, dan kesejahteraan di tahun yang baru. Puja ini dilakukan dengan khusyuk, penuh rasa syukur, dan dengan niat baik untuk memperbaiki diri dan hidup dalam kedamaian.
- Dalam puja ini, doa juga dipanjatkan untuk memohon agar alam semesta tetap harmonis dan umat manusia dilindungi dari segala mara bahaya.
- Simbolisme Laut sebagai Penyucian
- Laut atau pantai dianggap sebagai tempat yang sakral dalam upacara Melasti, karena dipercaya bahwa laut adalah sumber kehidupan yang membawa keseimbangan dan kesucian. Laut memiliki simbolisme yang sangat kuat dalam ajaran Hindu Bali sebagai tempat penyucian yang mendalam.
- Penyucian Benda Suci
- Benda-benda suci yang dibawa selama perarakan, seperti lingga dan yoni, akan dibersihkan dengan air suci dan kemudian dipuja. Benda-benda ini dianggap sebagai simbol dari Dewa Siwa, dan penyuciannya merupakan bentuk penghormatan terhadap kekuatan spiritual yang ada di dalamnya.
Pentingnya Upacara Melasti dalam Kehidupan Umat Hindu Bali
- Pembersihan Diri dan Alam:
- Melasti mengajarkan umat Hindu Bali tentang pentingnya membersihkan diri dari dosa dan hal-hal negatif. Upacara ini juga memperlihatkan hubungan yang erat antara manusia dan alam. Dengan membersihkan alam, umat Hindu Bali percaya bahwa mereka juga menjaga keseimbangan alam semesta.
- Simbol Keseimbangan dan Kedamaian:
- Upacara Melasti bukan hanya soal penyucian diri, tetapi juga untuk menjaga kedamaian dan harmoni antara manusia dan alam. Ritual ini menunjukkan bahwa untuk hidup dalam kedamaian, umat harus menjaga kesucian hati, pikiran, dan perbuatan, serta menjaga keseimbangan dengan alam.
- Refleksi dan Persiapan untuk Nyepi:
- Melasti merupakan bagian dari persiapan menuju Hari Raya Nyepi, yang juga memiliki makna pembersihan diri dan alam semesta. Melalui Melasti, umat Hindu Bali diingatkan untuk merenung dan mempersiapkan diri menyambut Tahun Baru Saka dengan pikiran yang bersih, tindakan yang baik, dan semangat spiritual yang baru.
- Pelestarian Tradisi dan Budaya:
- Upacara Melasti juga menjadi ajang untuk melestarikan budaya Bali dan memperkuat ikatan sosial antar masyarakat. Melalui perarakan, persembahan, dan ritual bersama, umat Hindu Bali semakin mempererat tali persaudaraan dan rasa kebersamaan dalam menjalankan ajaran agama.
10. Omed-omedan (Perayaan Nyepi)

Sumber foto by: https://images.app.goo.gl/vScG4eKJXHwXHQ9f6
Omed-Omedan adalah salah satu tradisi unik yang digelar sebagai bagian dari perayaan Hari Raya Nyepi di Bali. Upacara ini sering kali disambut dengan kegembiraan dan suasana yang penuh keceriaan. Omed-Omedan dikenal sebagai acara “perang air” atau “cilukba” (adu cium) yang melibatkan sekelompok pemuda dan pemudi di Desa Sesetan, Denpasar, Bali, dan menjadi bagian dari rangkaian perayaan menjelang Hari Raya Nyepi.
Makna dan Filosofi Omed-Omedan
Omed-Omedan berasal dari kata “Omed” yang berarti “tarik-menarik” dalam bahasa Bali. Tradisi ini memiliki makna sebagai sebuah bentuk perayaan keberhasilan dan kebersamaan, di mana para pemuda dan pemudi berpartisipasi dalam acara yang penuh tawa dan kebahagiaan. Filosofinya adalah untuk menciptakan keharmonisan antarwarga dan menjadi simbol pembaharuan hubungan sosial yang lebih baik menjelang tahun baru (setelah Nyepi).
Omed-Omedan bukan hanya sebagai ajang untuk bersenang-senang, tetapi juga memiliki makna simbolis yang mendalam, seperti membersihkan diri dari dosa-dosa, mempererat hubungan sosial antarwarga, dan menjaga keberagaman budaya Bali.
Ritual dan Tradisi Omed-Omedan
Omed-Omedan biasanya digelar pada hari setelah Nyepi, yaitu pada hari pertama setelah Hari Raya Nyepi, tepatnya pada Hari Selasa Kliwon (atau sesudah Hari Raya Nyepi). Berikut adalah beberapa elemen utama dari tradisi Omed-Omedan:
- Peserta Omed-Omedan
- Omed-Omedan biasanya melibatkan sekelompok pemuda dan pemudi yang masih single dari Desa Sesetan, Denpasar. Peserta biasanya dipilih secara sukarela dan harus berusia muda, dengan kebanyakan dari mereka berusia antara 17 hingga 30 tahun.
- Para pemuda dan pemudi ini akan dibagi dalam dua kelompok besar, yakni kelompok pemuda dan kelompok pemudi.
- Proses Omed-Omedan
- Acara ini dimulai dengan penarikan antara dua kelompok, yaitu pemuda dan pemudi. Setelah beberapa tarikan dan persiapan, mereka akan berebut untuk berciuman atau saling cipika-cipiki sebagai bagian dari tradisi tersebut. Ini adalah bentuk simbolis dari kebersamaan dan keberanian untuk saling berinteraksi, meskipun dalam bentuk yang sangat ceria dan penuh keceriaan.
- Tradisi ini sangat khas dan banyak diikuti oleh warga setempat, di mana penduduk akan berkumpul di sepanjang jalan untuk menyaksikan perayaan tersebut.
- Perang Air dan Keceriaan
- Salah satu bagian yang paling dinanti dari Omed-Omedan adalah perang air, di mana peserta yang terlibat akan saling menyiramkan air dengan penuh kegembiraan. Ini menciptakan suasana yang sangat meriah dan sejuk, sesuai dengan cuaca panas di Bali.
- Perang air ini bukan hanya sekadar bersenang-senang, tetapi juga dilihat sebagai upaya untuk membersihkan diri dan menghapus dosa agar dapat memulai tahun baru dengan hati yang bersih dan segar.
- Masyarakat Menyaksikan
- Omed-Omedan juga diikuti oleh masyarakat umum, baik penduduk lokal maupun wisatawan yang tertarik dengan budaya Bali. Mereka akan berkumpul di sekitar tempat acara berlangsung dan menyaksikan prosesi dengan penuh antusiasme. Biasanya, ada juga penonton yang ikut meramaikan dengan menyiramkan air atau mengabadikan momen tersebut dengan foto.
Pentingnya Omed-Omedan dalam Budaya Bali
- Simbol Keharmonisan Sosial
- Omed-Omedan bukan hanya sekadar permainan, tetapi juga memiliki makna dalam menjaga keharmonisan antarwarga. Dalam tradisi ini, pemuda dan pemudi yang sebelumnya tidak saling mengenal diajak untuk bersosialisasi dan merayakan kegembiraan bersama, mempererat ikatan sosial antarwarga.
- Menghormati dan Menyambut Tahun Baru Saka
- Omed-Omedan sering dianggap sebagai cara untuk menyambut Tahun Baru Saka yang jatuh setelah Hari Raya Nyepi. Upacara ini menjadi ajang perayaan pembersihan diri dan penyucian menjelang tahun yang baru, sebagai simbolisasi dari kelahiran kembali dan perbaikan diri.
- Kebahagiaan dan Keceriaan
- Salah satu esensi dari Omed-Omedan adalah untuk merayakan kehidupan dengan penuh keceriaan. Sebagai perayaan yang penuh kegembiraan, acara ini mengajarkan umat untuk tidak hanya fokus pada aspek spiritual dan keagamaan, tetapi juga menghargai sisi kebahagiaan dalam kehidupan sosial.
- Pelestarian Tradisi dan Budaya Bali
- Omed-Omedan juga menjadi bagian dari pelestarian budaya Bali, yang memperkenalkan kepada generasi muda tentang pentingnya menjaga warisan budaya. Upacara ini menjadi daya tarik wisata budaya yang unik dan menjadi salah satu simbol keanekaragaman tradisi Bali.
Jalan jalan ke Kota Batu dan Malang jangan lupa datang ke Bluder Kapas Malang! Cek produk oleh oleh berkualitas kami di bluderkapas (instagram)
atau hubungi nomor admin bluderkapas (whatsapp)
Baca artikel menarik lainya di kapas.id